Welcome

thanks for visiting this blog. Here, there are all about chemistry. hope you read and enjoy it !

Tak Memakai formalin

Merebaknya bahan makanan yang bercampur formalin belakangan ini, praktis mengurangi penjualan produsen makanan.
Salah satu di antaranya adalah produsen tahu di Jawa Timur. Jenis makanan rakyat tersebut disebut-sebut berpotensi diberi formalin sebagai bahan pengawet sekaligus untuk menjaga kekenyalan.

Tapi, tuduhan tersebut dibantah oleh sebagian produsen maupun penjual. ”Saya jamin, tahu produksi saya maupun tahu buatan yang ada di sini bebas dari formalin. Silakan, amati sendiri proses pembuatan dari awal hingga akhir,” ujar Anwar (45) salah seorang produsen tahu di Kedungboto, Kecamatan Taman, Sidoarjo (Jatim), Kamis (30/12).

Sumberboto, merupakan kawasan padat penduduk yang menupakan sentra pembuatan tahu dan tempe. Di Sumberboto berdiri empat buah pabrik. Warga setempat banyak yang bekerja di pabrik tahu. Sebagian lagi berjualan tahu di pasar-paSar yang ada di Surabaya dan sekitarnya. ”Semua pasar yang ada di Surabaya, sebagian besar tahu-nya buatan sini,” tambah Anwar yang sudah menjalankan usaha sejak tahun 1999.

Menurut Anwar produsen tahu yang ada di Sumberboto, tak perlu memakai formalin, sebab produsen yang ada di tempatnya bukan produsen besar. “Di sini produsen kecil semua, jadi sekali bikin terus habis,” ujar Anwar yang sehari menghabiSkan antara 4-5 kuintal kedelai itu.

Sementara tahu produksi warga setempat hanya mampu bertahan selama 24 jam. “Kalau sudah menginap selama 24 jam tapi masih dijual akan berubah rasa dan itu akan membuat kapok pelanggan sendiri,” ujar Anwar yang menduga, tahu yang menggunakafl formalin itu diproduksi oleh perusahaan besar.

Ungkapan senada disampaikan Ismunandar (34) salah seorang penjual tahu keliling yang mengambil tahu dari pabrik milik Anwar. Ismunandar mengaku, merebaknya tahu berformalin membuat penjualan agak berkurang. “Tapi berkurangnya tak banyak, tetap saja dua drum ini habis,” paparnya. Yang dimaksud menUrun itu dilihat dari jam kerjanya. ”Biasanya jam 16.00 sudah habis, sekarang dua drum ini baru habis jam 18.00,” ujarnya menambahkan.

Dagangan Merosot Tajam
Apa komentar pedagang di Pasar Rawamangun, Jakarta. Narti (32) dan rekan-rekanna mengaku terpukul. Maklum Narti adalah pedagang yang barang jualannya diduga mengandung formalin.
Saat ditemui di Pasar Rawamangun, tempat Narti biasa jualan, ia tampak gundah. “Saya tahu, Balai POM menyerukan kepada warga agar tak mengonsumsi produk pangan yang mengandung formalin,”ujar Narti.

Selama ini, Narti berjualan mi, tahu, bakso , jamur, sosis, otak-otak, kulit lumpia, cincau, daun kuping, tauge hingga tape. Untuk mi, dia menjual mi kering dan basah. ”Apa yang disampaikan Balai POM berimbas ke kami para pedagang kecil. Makanya saya pusing memikirkannya. Padahal, sebagai pedagang, kami tahunya cuma membeli dari agen dan menjualnya lagi pada konsumen. Kami tak tahu bagaimana cara produk itu diolah.”

Narti mengaku dagangannya tidak begitu laku. “Pokoknya merosot tajam. Sebelumnya, saya bisa menjual mi sebanyak satu bal yang isinya 20 kg per hari. Tapi, sekarang setengah bal saja belum tentu laku,” kata Narti yang bersuamikan petugas kebersihan Pasar Rawamangun.

Menurut Narti, pelanggannya memang mengurangi porsi pembelian.”Sebelum ada kasus ini, rata-rata konsumen membeli mi 2-3 kg. Sekarang, sih, mereka cuma beli seperempat kilo atau setengah kilo saja. Yang tersisa ini saja mi yang kemarin,” kata Narti seraya menjelaskan pasar buka mulai pukul 05.00- 16.00. Biasanya pukul 12.00 dagangannya sudah habis terjual. Hanya saja sejak beberapa hari ini, meski pasar tutup, tetap saja dagangannya masih menumpuk. ”Sedikit sekali yang terjual. Sedih hati saya melihatnya,” kata wanita asal Yogyakarta ini.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 comment:

Post a Comment