|       
at
10:11 PM
Merebaknya bahan makanan yang bercampur  formalin  belakangan ini, praktis mengurangi penjualan produsen makanan. 
Salah  satu di antaranya adalah produsen tahu di Jawa Timur. Jenis makanan  rakyat tersebut disebut-sebut berpotensi diberi formalin sebagai bahan  pengawet sekaligus untuk menjaga kekenyalan.
Tapi, tuduhan  tersebut dibantah oleh sebagian produsen maupun penjual. ”Saya jamin,  tahu produksi saya maupun tahu buatan yang ada di sini bebas dari  formalin. Silakan, amati sendiri proses pembuatan dari awal hingga  akhir,” ujar Anwar (45) salah seorang produsen tahu di Kedungboto,  Kecamatan Taman, Sidoarjo (Jatim), Kamis (30/12).
Sumberboto,  merupakan kawasan padat penduduk yang menupakan sentra pembuatan tahu  dan tempe. Di Sumberboto berdiri empat buah pabrik. Warga setempat  banyak yang bekerja di pabrik tahu. Sebagian lagi berjualan tahu di  pasar-paSar yang ada di Surabaya dan sekitarnya. ”Semua pasar yang ada  di Surabaya, sebagian besar tahu-nya buatan sini,” tambah Anwar yang  sudah menjalankan usaha sejak tahun 1999.
Menurut Anwar produsen  tahu yang ada di Sumberboto, tak perlu memakai formalin, sebab produsen  yang ada di tempatnya bukan produsen besar. “Di sini produsen kecil  semua, jadi sekali bikin terus habis,” ujar Anwar yang sehari  menghabiSkan antara 4-5 kuintal kedelai itu.
Sementara tahu  produksi warga setempat hanya mampu bertahan selama 24 jam. “Kalau sudah  menginap selama 24 jam tapi masih dijual akan berubah rasa dan itu akan  membuat kapok pelanggan sendiri,” ujar Anwar yang menduga, tahu yang  menggunakafl formalin itu diproduksi oleh perusahaan besar. 
Ungkapan  senada disampaikan Ismunandar (34) salah seorang penjual tahu keliling  yang mengambil tahu dari pabrik milik Anwar. Ismunandar mengaku,  merebaknya tahu berformalin membuat penjualan agak berkurang. “Tapi  berkurangnya tak banyak, tetap saja dua drum ini habis,” paparnya. Yang  dimaksud menUrun itu dilihat dari jam kerjanya. ”Biasanya jam 16.00  sudah habis, sekarang dua drum ini baru habis jam 18.00,” ujarnya  menambahkan.
Dagangan Merosot Tajam
Apa komentar pedagang di  Pasar Rawamangun, Jakarta. Narti (32) dan rekan-rekanna mengaku  terpukul. Maklum Narti adalah pedagang yang barang jualannya diduga  mengandung formalin. 
Saat ditemui di Pasar Rawamangun, tempat  Narti  biasa jualan, ia tampak gundah. “Saya tahu, Balai POM menyerukan kepada  warga agar tak mengonsumsi produk pangan yang mengandung formalin,”ujar  Narti.
Selama ini, Narti berjualan  mi, tahu, bakso , jamur,  sosis, otak-otak, kulit lumpia, cincau, daun kuping, tauge hingga tape.  Untuk mi, dia menjual mi kering dan basah. ”Apa yang disampaikan Balai  POM berimbas ke kami para pedagang kecil. Makanya saya pusing  memikirkannya. Padahal, sebagai pedagang, kami tahunya cuma membeli dari  agen dan menjualnya lagi pada konsumen. Kami tak tahu bagaimana cara  produk itu diolah.”
Narti  mengaku dagangannya tidak begitu laku.  “Pokoknya merosot tajam. Sebelumnya, saya bisa menjual mi sebanyak satu  bal yang isinya 20 kg per hari. Tapi, sekarang setengah bal saja belum  tentu laku,” kata Narti yang bersuamikan petugas kebersihan Pasar  Rawamangun.
Menurut  Narti, pelanggannya memang mengurangi porsi  pembelian.”Sebelum ada kasus ini, rata-rata konsumen membeli mi 2-3 kg.  Sekarang, sih, mereka cuma beli seperempat kilo atau setengah kilo saja.  Yang tersisa ini saja mi yang kemarin,” kata Narti seraya menjelaskan  pasar buka mulai pukul 05.00- 16.00. Biasanya pukul 12.00 dagangannya  sudah habis terjual. Hanya saja sejak beberapa hari ini, meski pasar  tutup, tetap saja dagangannya masih menumpuk. ”Sedikit sekali yang  terjual. Sedih hati saya melihatnya,” kata wanita asal Yogyakarta ini. 
 
 
  
 
  
0 comment:
Post a Comment